Racun adalah zat yang menyebabkan luka, sakit,dan kematian organisme,
biasanya dengan reaksi kimia atau aktivitas lainnya dalam skala molekul.
Secara umum ada 2 tipe racun pada hewan yaitu Toksin yang
bersifat pasif, yaitu terkandung dalam bagian tertentu dalam tubuh
melalui proses penyerapan bisa melalui kulit atau usus atau yang
lainnya, dan Venom yang bersifat aktif, yaitu racun yang
berfungsi untuk melindungi diri dengan cara menggigit, menginjeksi,
menyengat, dll kepada mangsanya. Sementara itu seperti yang kita
ketahui, Amfibia, umumnya diketahui sebagai hewan bertulang belakang
(vertebrata) yang hidup di dua alam; yakni di air dan di daratan serta
memiliki kulit yang berlendir dan jantung dengan tiga ruang, 2 serambi
dan 1 bilik. Amfibia bertelur di air, atau menyimpan telurnya di tempat
yang lembap dan basah. Ketika menetas, larvanya yaitu berudu hidup di
air atau tempat basah dan bernapas dengan insang. Setelah beberapa lama,
berudu kemudian berubah bentuk (bermetamorfosa) menjadi hewan dewasa,
yang umumnya hidup di daratan atau di tempat-tempat yang lebih kering
dan bernapas dengan paru-paru. Golongan amfibia selalu identik dengan
hewan yang beracun mematikan, dan ada 3 ordo di dalamnya yaitu Anura, Caudata dan Gymnophiona.
Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis oleh Johann Ludwig Casper (1862), racun diklasifikasikan menjadi 5 golongan, yaitu:
1. Racun Iritan, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang. Contohnya asam mineral, fungi beracun, dan preparasi arsenik.
2. Racun Narkotik menyebabkan hiperemia, yang terbukti dapat berakibat fatal pada otak, paru-paru, dan jantung. Contohnya opium, tembakau, konium, dogitalis, dll.
3. Racun Pelumpuh Saraf, dengan meracuni darah, organ pusat saraf dapat lumpuh dan menimbulkan akibat yang fatal seperti kematian tiba-tiba. Contohnya asam hidrosianat, sianida seng, dan kloroform.
4. Racun Marasmus, biasanya bersifat kronis dan dapat berakibat fatal bagi kesehatan secara perlahan. Contohnya bismut putih, asap timbal, merkuri, dan arsenik.
5. Racun Septik yang menyebabkan infeksi, dapat berupa racun makanan yang pada keadaan tertentu menimbulkan sakit Pyaemia dan tipus pada hewan ternak.
Sementara itu, Bapak Toksikologi, Paracelsus (1538), menyatakan bahwa: Segala sesuatu adalah racun dan tidak ada yang tanpa racun. Hanya dosis yang membuat sesuatu menjadi bukan racun (Dosis solum facit venum). Pada akhirnya mematikan atau tidak akan bersifat relatif, meskipun begitu, ada kriteria yang banyak di gunakan untuk mengevaluasi seberapa mematikannya sebuah senyawa, dan ini di sebut LD50 (Lethal Dose 50), yaitu dari sebuah senyawa yang di perlukan untuk membunuh 50% dari subyek dalam 24 jam. Sehingga, betapa sulitnya menghitung LD50 dari senyawa terhadap subyek manusia, dimana tentunya proses penelitian di lab tersebut mengetesnya kepada hewan-hewan tertentu seperti tikus, curut, marmut untuk mengetahui seberapa parahkan senyawa beracun tersebut. Ada kriteria lainnya yaitu LC50 (Lethal Concentration) yang biasanya digunakan untuk pengukuran zat kimia yang berada di udara yang mampu membunuh 50% populasi dalam ujicoba. Oleh karenanya tidak terdapat garansi bahwa akan ada reaksi yang sama antara manusia terhadap racun dengan hewan yang telah dicoba karena beberapa faktor seperti ketahanan tubuh, perbedaan organ, dlsbnya serta terdapat lebih 10000 jenis racun binatang yang ada, dan sampai sekarang penelitian masih terus berlanjut sehingga hasil baru bisa saja menunjukkan kenyataan yang mengejutkan lainnya. Hidup dan mati tentunya merupakan misteri yang luar biasa, dimana manusia tidak bisa menentukan ataupun menciptakannya secara hakiki. Oleh karenanya, pantaslah kita bersyukur kepada sang Pengatur, Allah ta'ala.
1. "Phyllobates terribilis" (read: Golden Poison Frog) adalah raja dari golongan amfibia kalau menimbang dari kadar mematikan racunnya, katak dengan ukuran 55 mm ini memiliki LD50 yaitu 0.1-0.2 µg/kg mampu membunuh 2 kg curut, berarti perhitungan kasarnya, cukup 100 mikrogram saja untuk menewaskan 68 kg manusia atau 15.000 orang untuk pergram saja. Katak ini memiliki kulit yang dilapisi oleh racun alkaloid, dimana sejumlah besar batrachotoxins ditemukan pada jenis ini yang mampu menimbulkan efek berbahaya yaitu mencegah safar mengirimkan impuls, sehingga otot akan menjadi tidak aktif saat kontraksi yang dapat menyebabkan gagal jantung dan fibrilasi. Sampai sekarang belom ditemukan obat yang efektif menanggulanginya, namun Tetrodotoxin atau Saxitoxin dapat digunakan untuk melawan atau menghasilkan efek terbalik melawan racun ini. Pemakaian racun ini sudah biasa dilakukan terutama di daerah sekitar Columbia dalam bentuk Noanama Choco dan Embera Choco pada ujung panah ataupun Siurukida pada ujung bambu.
Sementara itu, saudaranya yang lain yaitu Phyllobates aurotaenia (read: Kokoe Poison Dart Frog) dan Phyllobates bicolor (read: Black-legged Dart Frog) juga memiliki efek yang hampir sama, berada pada kisaran LD50 150 µg/kg yang bersifat 'steroidal alkaloid' yang membuka channel ion sodium sehingga mencegah repolarisasi pada sel membran. Sementara itu, spesies lainnya yaitu Phyllobates lugubris (read: Lovely Poison Frog) mempunyai LD50 0.8 µg/kg yang juga mampu menyebabkan penyakit jantung seketika.
2. Berikutnya juga termasuk katak yang sangat berbahaya yaitu "Dendrobates azureus" (read: Blue Poison Dart Frog) dengan LD50
18 mg/kg, dimana mampu melumpuhkan saraf dengan dosis tertentu,
biasanya menyebabkan kekakuan, krams dan sakit yang luar biasa perih.
Katak ini ditemukan di wilayah selatan Suriname dan utara Brazil dengan
berat 8 kg dan panjang mencapai 4.5 cm. Sama dengan kebanyakan katak
lainnya, kelenjar racun katak ini terletak di kulit yang disebut
"paralyze alkaloid". Katak ini memproduksi pumiliotoxins yang kadar mematikannya masih rendah berbanding allopumiliotoxins dan batrachotoxins dari genus Phyllobates,
meskipun begitu, teknik perlindungan diri dalam bentuk Aposematik ini,
yaitu peringatan bahaya dengan warna mencolok dan terang terbukti
efektif menghalau dan mencegah hewan lain memakan katak ini. Ini adalah
anugerah yang tak terkira bagi katak ini dalam melangsungkan hidupnya
sampai ke generasi selanjutnya.
Begitu juga dengan spesies lain dari genus ini yaitu Dendrobates tinctorius (read: Dyeing Dart Frog) yang dapat tumbuh sekitar 50 mm ditemukan di wilayah Suriname, Brazil, & Guyana serta Dendrobates leucomelas
(read: Yellow-banded poison dart frog) dapat ditemukan di bagian utara
Amerika Selatan, terutama di Venezuela. yang biasanya hidup di suhu
rata-rata 20-30°C, kedua jenis katak ini juga memiliki kandungan racun
yang tidak berbeda. Dikabarkan bahwa Abbot labs telah menciptakan
ABT-594 (Tebanicline), tidak beracun, penghilang rasa sakit
(non-adiktif) yang mampu mengobati beberapa tipe penyakit seperti
penyakit kanker, yang berbeda dengan opium, obat ini mengunggulkan
konsep waspada berbanding efek kantuk, akan tetapi, sejauh ini memiliki
efek samping gastrointestinal terhadap respirasi dan pencernaan.
3. Phyllomedusa bicolor (read: Giant Leaf Frog),
mempunyai cairan racun pada kulitnya yang mengandung dermenkephalin,
deltorphin I, deltorphin II dan dermorphin, sehingga dengan menjilat
saja kulit dari katak ini akan mampu menyebabkan beberapa efek pada
kebanyakan makhluk hidup seperti halusinasi, pingsan (sedatif) atau yang
paling ringan adalah sakit perut yang sangat. Fakta unik lain dari
katak ini adalah mereka tidak bisa melompat dan meskipun masih menjadi
penelitian sampai saat ini, dipercaya cairan beracunnya mampu
menanggulangi AIDS (meskipun diragukan). Sementara itu, cairan tersebut
bukan hanya untuk melindungi dirinya dari pemangsa namun juga untuk
menjaga kulitnya tetap kering dan menjaganya dari beberapa penyakit
serta untuk memperoleh dengungan pada musim kawin.
4. Ranitomeya variabilis (read: Splash-back Poison Frog) adalah katak yang berukuran kecil ini sekitar 12 mm sangat berbahaya karena mengandung Pumiliotoxin yang memiliki LD50 2 mg/kg yang menyerang channel kalsium yang mengakibatkan partial paralysis seperti susah bergerak, bahkan hyperactive, serta dapat mengakibatkan kematian juga. Sementara itu, dalam genus yang sama Ranitomeya reticulatus (read: Red-backed Poison Frog) adalah katak yang kedua berbahaya yang banyak dijumpai di wilayah Peru yang racunnya tersebut mampu membunuh unggas seperti ayam. Katak ini mendapatkan racunnya melalui proses penyerapan dari koloni semut yang mengandung neurotoxic setelah memakannya dalam jumlah yang banyak.
5. Bufo alvarius (read: Colorado River toad) adalah katak yang sangat besar mencapai 190 mm sekaligus berbahaya karena mengandung Bufotoxin
yang memiliki 5-MeO-DMT, bufagins, bufalin, bufotalin, bufotenin,
bufothionine, epinephrine, norepinephrine, dan serotonin di dalamnya,
yang dikabarkan mampu membunuh anjing dewasa maupun racoon. Karena
mengandung 5-MeO-DMT, yaitu senyawa hallucinogenic tryptamines, sehingga
sering kali digunakan untuk menghasilkan halusinasi indah (efek
psikoaktif) pada saat merokok, sehingga beberapa negara bagian di
Amerika seperti California, Arizona dan New Mexico memasukkan dalam
peraturan mereka untuk pencegahan penggunaan racun katak ini.
6. Oophaga pumilio (read: Strawberry Poison Dart Frog )
adalah katak beracun lainnya yang memiliki keunikan lebih dari 30 jenis
warna morph yang berbeda pada spesies di habitat yang sama, memiliki
ukuran sangat kecil sekitar 17,5–22 mm dan banyak ditemukan di pantai
Panama. Katak ini melakukan proses metamarfosis selama kurun waktu 6-8
minggu, dan dikabarkan mereka termasuk jenis amfibia sesama betinanya
agresif baik dalam hal wilayah kekuasaan maupun dalam musim kawin dimana
yang jantannya memiliki 4 jenis suara untuk memikat betina sesuai
waktunya, pagi, siang, sore dan malam.
7. Epipedobates tricolor (read: Phantasmal Poison Frog)
dapat ditemukan di lereng pegunungan Andes, Ekuador. Memiliki warna
hijau atau jingga cerah, racun yang kuat dan dapat tumbuh berkisar
antara 1-4 cm. Racunnya dikenal sangat mematikan karena mengandung Epibatidine
yang juga menjadi sampel pada fase II clinical trial terhadap ABT-594.
Walaupun racunnya mematikan, racun katak ini bisa dibuat sebagai obat
penenang yang memiliki efek 200 kali berbanding morfin. Beberapa obat
yang telah sukses dibuat antara lain ABT-418 sebagai obat pada penyakit
Alzheimer dan epiboxidine yang masih dalam tahap pengembangan nicotinic
acetylcholine receptors.
8. Sesuai namanya, "Bombina orientalis" (read: Oriental
fire-bellied toad), kodok ini memiliki warna merah di bawah bagian
tubuhnya, sedangkan bagian atasnya berwarna hijau muda agak kekuningan
dengan bercak-bercak berwarna hitam yang berasal dari hasil memakan
anthropoda kecil yang mengandung β-carotene (yang mampu juga digunakan
sebagai obat pada erythropoietic protoporphyria, kanker payudara dan
pencegahan AMD/age-related macular degeneration ). Kodok perut-api
oriental adalah hewan semi-aquatik sepanjang 4-7,6 cm yang dapat
ditemukan di Korea, Utara-Timur Cina. Walaupun disebut kodok, sebenarnya
hewan amfibi ini adalah jenis katak. Banyak yang menyebutkan kodok
karena memiliki kulit yang memiliki bentol-bentol yang biasanya umum
dimiliki oleh kodok. Perutnya yang berwarna merah digunakan sebagai
pertahanan diri. Saat predator mendekat, katak ini berdiri dan
menunjukan perutnya. Predator akan mengetahui bahwa hewan ini beracun.
Betina dapat bertelur antar 40 hingga 100 butir telur. Larva akan
menetas dalam waktu antara 3 sampai 10 hari, tergantung pada suhu air.
Larva akan mendapatkan kaki pada usia 6-8 minggu dan bisa mulai
berkeliaran di tanah dalam waktu 12-14 minggu.
9. Rhinella marina (read : Canetoad) adalah kodok terbesar di dunia dengan ukuran panjangnya yang dapat mencapai 38 cm dan beratnya dapat mencapai 2,65 kg. Canetoad dapat ditemukan di banyak wilayah di Australia yang beriklim lembab dan dekat dengan air. Canetoad adalah hewan karnivora yang dapat memakan spesies ular yaitu Leptodeira annulata (read: banded cat-eyed snake) juga burung ibis pada subfamili Threskiornithinae. Kodok ini juga digunakan untuk mengatasi wabah pada Dermolepida albohirtum (read: Cane Beetle) sementara, pada kulitnya mengandung racun yang berjenis sama dengan genus Bufo yaitu bufotoxin (terutamanya mengandung Bufotenin), namun kodok ini mampu mengaktifkan racun tersebut dengan cara menjilat mangsanya atau korbannya, sehingga bisa merusak pernafasannya, halusinasi bahkan mati, racun ini dinamakan Envenomation yang sangat mematikan dan menyakitkan bahkan kepada manusia. Racun kodok ini juga telah digunakan untuk beberapa hal seperti entheogen pada bangsa Olmec, sebagai cairan berburu pada panah (Embera-Wounaan) dan sebagai aphrodisiac pada operasi cardiak.
10. Sementara itu, Lepidobatrachus laevis (read: Hippo
Frog) merupakan spesies katak yang tergolong langka karena kehilangan
habitatnya, meskipun mampu menghasilkan 1400 telur. Katak ini berasal
dari Argentina, Paraguay, dan Bolivia, dan hidup di savana kering,
dataran belukar kering, dan lingkungan berair tawar. Katak ini agresif
dan telah diketahui bahwa hewan ini akan menggigit jika merasa terancam
oleh manusia atau predator dengan 2 bongkol keras pada mulutnya (yang
hanya mampu mencederai lawannya dengan dosis racun yang rendah). Katak
ini termasuk hewan yang sangat mahal, selain karena wajahnya yang
seperti karakter komik, menemukan dan mencarinya juga susah luar biasa
karena bukan hanya sudah langka tetapi selama musim kering katak ini
lebih memilih bersembunyi di tanah atau tempat lainnya.